Danangnugroho.com – 8 Ciri-Ciri Pola Asuh Otoriter yang Wajib Diketahui Orang Tua – Dalam ilmu parenting terdapat beberapa jenis pola asuh. Salah satunya yaitu pola asuh otoriter.
Pola asuh otoriter adalah salah satu gaya pengasuhan yang dikenal dengan karakteristik tuntutan yang tinggi namun kurangnya responsivitas terhadap kebutuhan emosional anak.
Gaya pengasuhan ini menekankan pada kepatuhan yang mutlak terhadap aturan dan otoritas, seringkali tanpa memberikan penghargaan atau dorongan yang memadai terhadap perilaku positif anak.
Ciri-ciri Pola Asuh Otoriter
Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki beberapa ciri khas yang dapat diidentifikasi:
1. Menuntut, Tapi Tidak Responsif
Orang tua dengan gaya ini seringkali memiliki banyak aturan yang harus dipatuhi anak-anak, bahkan hingga pada tingkat yang sangat rinci termasuk dalam urusan pribadi anak dan mengharapkan kepatuhan tanpa kompromi.
Mereka juga mungkin memiliki aturan tidak tertulis yang diharapkan anak-anak patuhi tanpa penjelasan yang memadai.
2. Sedikit Memberikan Dorongan Positif
Selanjutnya, orang tua dengan pola asuh otoriter seringkali kurang hangat dan responsif terhadap kebutuhan emosional anak-anak.
Bahkan cenderung lebih suka menggunakan hukuman atau teguran ketimbang memberikan pujian atau dorongan.
Dorongan positif jarang diberikan, dan komunikasi dengan anak-anak cenderung bersifat otoriter dan kurang terbuka.
3. Penggunaan Hukuman Tanpa Penjelasan
Orang tua otoriter cenderung menggunakan hukuman fisik atau menghukum dengan keras tanpa memberikan penjelasan yang memadai tentang aturan dan hukuman tersebut.
Hal ini justru menimbulkan rasa trauma pada anak, bahkan akan menimbulkan rasa benci terhadap orang tua.
Hukuman tanpa penjelasan tidak akan membawa berubahan perilaku anak secara signifikan, karna anak tidak memahami apa kesalahannya dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesalahannya.
4. Tidak Memberi Ruang Diskusi
Selain itu, orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung tidak bersedia untuk berkompromi atau melihat situasi dalam konteks yang lebih abu-abu.
Mereka melihat segala sesuatu sebagai hitam-putih dan tidak memberikan ruang untuk diskusi atau negosiasi dengan anak-anak.
5. Mempermalukan Anak Sebagai Hukuman
pola asuh otoriter seringkali menggunakan rasa malu sebagai taktik untuk memaksa anak-anak untuk mematuhi aturan.
Orang tua dapat menggunakan kritik yang keras atau bahasa yang merendahkan untuk membuat anak-anak merasa malu atas perilaku mereka, tanpa membangun harga diri atau memotivasi mereka dengan cara yang positif.
6. Kurang Percaya
Mereka tidak percaya bahwa anak-anaknya mampu membuat keputusan yang baik.
Orang tua cenderung mengawasi anak-anak mereka secara ketat daripada memberi mereka kebebasan untuk belajar dari kesalahan mereka sendiri.
7. Tidak Bersedia untuk Berkompromi
Orang tua otoriter cenderung melihat situasi dalam hitam-putih dan tidak memberikan ruang untuk kompromi.
Anak-anak tidak diajak berpartisipasi dalam menetapkan aturan atau membuat keputusan.
Pola asuh otoriter dapat memiliki dampak negatif pada perkembangan anak, termasuk rendahnya harga diri, kesulitan dalam situasi sosial, dan kurangnya kendali diri.
Secara keseluruhan, pola asuh otoriter dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada perkembangan anak-anak, termasuk rendahnya harga diri, kesulitan dalam hubungan sosial, dan kurangnya kemampuan untuk mengontrol emosi dan perilaku.
Kesimpulan
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menyadari pola asuh dan mempertimbangkan pendekatan yang lebih otoritatif dan responsif terhadap kebutuhan anak-anak.
Melalui pemahaman dan komunikasi yang baik, orang tua dapat membantu anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi individu yang mandiri dan percaya diri.